Nasib Para Arsitek Eropa di Hindu
Belanda
Para arsitek Eropa yang bekerja di Hindia
Belanda sebagian besar adalah orang Eropa. Benua asia merupakan sebuah benua
yang sangat besar dengan ekspresi arsitektur yang kaya dan perpaduan yang
mempesona antara budaya dan gaya hidup. Tempat berkembangnya unsure-unsur kuno
dan modern ditambah dengan unsure-unsur Asia itu sendiri dan non-Asia yang
telah bercampur selama berabad-abad. Wilayah yang paling signifikan untuk
membangun arsitektur dengan unsure-unsur perpaduan tersebut adalah Indonesia.
Sebab Indonesia memiliki lokasi dan keterbukaannya sebagai sebuah Negara
kepulauan dan juga telah lama menjadi tempat pertukaran dan persilangan antara
berbagai budaya dan peradaban.
Arsitek, opini, dan kenyataan
Arsitek Eropa
yang paling menonjol dan sering menyajikan opini verbal ataupun tulisan dalam
kongres dan majalah adalah Herman Th. Krasten, Henry Maclaine Pont, dan Charles
P. Wolff-Schoemaker. Mereka memiliki pendapat dan karakter yang berbeda, mereka
dianggap sebagai ujung tombak dalam pengungkapkan pendapat. Jumlah arsitek
mumpuni di Hindia Belanda pada masa antara perang tidak sedikit. Banyak arsitek
yang perfesional mendirikan kantor di kota-kota besar. Sebagian besar arsitek
mengenyam pendidikan di Belanda, sementara sisanya adalah lulusan Jerman dan
Austria. Kantor-kantor mereka memperkerjakan orang Indonesia, Eropa, Indo-Eropa
atau keturunan China sebagai drafter atau mandor.
Candi Prambanan |
Candi Borobudur |
Karsten
lahir tahun 1884 dalah sahabat dari Maclaine Pont dan datang ke Jawa pada tahun
1914. Awalnya ia bekerja di kantor Maclaine Pont di Semarang. Pada tahun 1916
ia ditunjuk sebagai penasihat dalam proyek perencanaan perkotaan oleh dewan
kota Semarang, tugas pertama dari sejumlah tugas penasihat sepanjang perjalanan
karirnya. Karsan dianggap sebagai arsitek penggagas urban modern Indonesia.
Karya Krastan sebagai perencana perkotaan sangat mencolok, ia terlibat sebagai
penasehat perencanaan dan perluasan kota-kota di Jawa dan Sumatera. Ia juga
menjadi seorang komunikator dan penulis, tidak berhenti menekankan intisari
hubungan antara penyusunan dan hubungan yang selaras antara unsur-unsur yang
berbeda ketika membuat sebuah kota sebagai unsure kesatuan. Ia lalu menyadari
keterbatasan ruang gerak sebagai arsitek
Eropa yang bekerja di bawah colonial
Belanda.
Wolff
Schoemaker memperingatkan rekan-rekannya agar tidak terlalu berharap pada
arsitektur domestic. Ia berpendapat bahwa arsitektur Jawa tidak bisa lagi
dijadikan sumber inspirasi di zaman modern dan bahwa para arsitek harus lebih
hati-hati dalam mengambil keputusan itu. Maclaine Pont adalah lawan
terdekatnya, meski ia juga memperlihatkan sudut pandang berciri colonial.
Walaupun berempati pada masyarakat Jawa ia merasa arsitek Eropa telah
memandang remeh karena sering melihat buruknya konstruksi kayu hasil karya
tenaga kerja Jawa.
No comments:
Post a Comment